Mudik Lebaran ke Pati tahun lalu kami sempat 'searching' tempat-tempat asik disekitar Jepara, Pati & Kudus. Ada beberapa tujuan yang ingin kami sambangi, namun akhirnya pilihan jatuh kepada Gunung muria yang terletak di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Pertimbangannya adalah disana kami ingin ziarah ke makam Sunan Muria dan kabarnya terdapat air terjun dan sendang/ mata air diatas gunung. Saya jalan bertiga bersama suami tercinta dan salah seorang keponakannya. Dari Desa Kalikalong kami naik bus ke arah Tayu, lalu menyambung bus arah Pati, disambung bus Jurusan Semarang supaya bisa turun di terminal Kudus. lalu kami sambung angkutan umum jurusan Colo yang tujuan akhir dari angkutan tersebut adalah di kaki Gunung Muria. Kami berangkat sekitar jam 11 siang, dan tiba di Colo sudah sekitar jam 3 sore. Cuaca saat itu sedang tidak bersahabat, awalnya saat di Kudus cuaca sangat panas, namun saat kami diangkutan umum menuju Colo tiba-tiba hujan lebat dan jalanan yang menanjak dan sedikit berkelokpun digenangi aliran air deras yang mengarah turun. Apalagi suasana disepanjang jalan menuju Gunung muria lebat oleh pepohonan menjadi gelap akibat mendung. Untungnya sesampainya kami di pemberhentian kaki gunung Muria, hujan sudah berhenti dan cuaca kembali panas.

Karena hari sudah menjelang sore, kami putuskan untuk mencari penginapan terlebih dahulu dan menaruh perlengkapan kami. Ternyata satu-satunya hotel yang agak lumayan (referensi dari supir angkot yang kami tumpangi) dan paling strategis sudah penuh, yang ada hanya ruang meeting kecil yang bisa disulap menjadi kamar jika memang diperlukan. Kami tidak punya pilihan lain karena mau cari penginapan lain sudah malas. Kamarnya pun cukup besar untuk kami bertiga dan dapat 2 kasur yang besar, TV, air mandi hangat, lumayan lah...untuk harga 250 ribu rupiah. Sebenarnya kalau ukuran sana terbilang cukup mahal, mengingat kamar dihotel tersebut ada yang berharga 100 ribu, bahkan kamar ala dormitory tersedia dengan harga yang sangat bersahabat sekitar 50 ribu.

Makam Sunan Muria

Pemandangan dari puncak Makam Sunan Muria
Tangga menuju makam Sunan Muria

Sekitar jam 4 sore kami berjalan kaki sekitar 5 menit dari hotel menuju gerbang makam Sunan Muria. Sebelumnya kami mengisi perut terlebih dahulu supaya nantinya kuat naik tangga, maklumlah.. perjalanan tadi lumayan jauh. Kami makan dirumah makan lokal yang terletak searah menuju gerbang makam. Menunya pecel pakis dan ayam bakar. Hmm... baru kali ini saya makan daun pakis, saya kira rasanya bakalan aneh dan kasar, ternyata enak juga dan unik. Ini bukan pakis yang sering tumbuh dipinggir got lho... melainkan jenis lain yang khusus untuk dimakan dan banyak tumbuh disekitar daerah Gunung Muria. Setelah bersantai sejenak lalu kami melanjutkan perjalanan.

Jalan kearah makam adalah berupa anak tangga yang semakin keatas semakin berkelok dan lumayan curam. Sangat disayangkan disepanjang anak tangga dari gerbang bawah sampai keatas, sisi kanan-kirinya dipenuhi 'pasar' yang berupa kios-kios mulai dari cinderamata, pakaian, makanan dan sebagainya. Sedangkan atapnya tertutup atap seng dan asbes agar para peziarah yang sedang menaiki tangga tidak kehujanan dan kepanasan. Namun akibatnya udara menjadi 'ungkep' seperti kurang ventilasi dan dan agak gelap. Sedangkan aroma yang tercium disepanjang anak tangga ini hanyalah bau cat textile yang lumayan menggangu dan bikin sesak napas bagi yang yang tidak biasa seperti saya, terutama jika kita sedang 'ngos-ngosan' menata pernapasan karena kelelahan. Saya sendiri sempat beberapa kali berhenti dan 'ngelesot' di emperan kios untuk istirahat karena kunang-kunang dan sesak napas karena kelelahan, ditambah rasa mual mencium bau cat textile, mungkin bisa pingsan jika saya paksakan. Bayangan saya saat naik adalah menghirup udara segar sambil naik tangga ke puncak makam, tapi ternyata pasar di kanan-kiri anak tangga tiada berujung.

Barulah sesampainya dimasjid tempat makan Sunan Muria saya merasa tenang dan bisa menikmati udara pegunungan. Kami berwudhu lalu sholat ashar dan berziarah dimakam Sunan.

Oya, menuju ke Makam Sunan Muria dapat di tempuh dengan 2 cara; yaitu dengan menaiki anak tangga seperti kami atau naik ojeg. Tentu cara kedua tidak kami sarankan mengingat jalan yang menanjak dan gaya tukang ojek disana persis pembalap hehehe... hiiy... seram.

Air terjun Motel & Mata Air Tiga Rasa







Esok harinya kami bangun pagi-pagi sekali. Kami memutuskan untuk langsung check out hotel karena kami khawatir kembali baru sore hari. Destinasi pertama kami adalah grojogan atau air terjun Montel yang menurut 'narasumber' kami, jaraknya tidak jauh dari hotel. Kami berjalan menyusuri jalan raya menanjak sampai bertemu petujuk arah ke air terjun yaitu belok kanan keluar jalan utama dan mengikuti jalan setapak bebatuan yang makin lama makin menurun. Saat itu masih jam 6 pagi sehingga area tersebut masih agak gelap oleh rimbunnya pepohonan . Pos penjagaan pun belum ada orang sehingga kami terpaksa masuk tanpa membayar hehehe.... (kalau tidak salah harga tiketnya Rp 3000). Disisi kiri jalan setapak berupa tebing yang ditumbuhi rimbunan semak dan pepohonan, sedang sebelah kanan kami jurang yang curam. Agak serem juga belum ada seorang pun yang kami temui di jalan tersebut. Tapi perasaan seram makin lama berganti dengan takjub karena indahnya pemandangan. Napas kamipun dimanjakan dengan udara segar yang kami hirup dan harumnya embun semak dan pepohonan yang hari sebelumnya diguyur hujan. Kamipun sibuk mengambil gambar sambil menuruni jalan setapak.

Dari kejauhan terdengar suara gemuruh yang menandakan air terjun tidak jauh lagi. Kami bergegas, makin lama jalanan menurun berganti menjadi anak tangga dari batu-batuan yang disemen yang memang sudah dibuat sedemikian rupa untuk memudahkan para pelancong. Tanpa 'babibu' kami langsung menceburkan diri kesungai dan kolam dekat air terjun, rasanya seperti air terjun pribadi karena hanya ada kami bertiga ditemani suara-suara kera yang sayangnya tidak mau menampakkan diri, padahal menurut penduduk lokal sekitar jam 6 pagi masih banyak kera yang turun ke air terjun. Belum berapa lama kami main air, segerombolan orang datang, lalu datang lagi beberapa keluarga. Saya kaget, ternyata air terjun yang kami kira sepi pengunjung jadi seperti pasar dengan teriakan-teriakan anak kecil yang main air. Rasanya jadi tidak asik lagi sehingga kami buru-buru naik untuk melanjutkan perjalanan.

To be continued...

0 Comments:

Post a Comment



Older Post Home

Blogger Template by Blogcrowds.